Antara Berdoa dan Membaca Doa



“Kalau itu terjadi, yang membahayakan bukanlah aku, Sunan, melainkan kebodohan para peniru itu sendiri,” jawab Saridin,

“Setiap manusia memiliki latar belakang, sejarah, kondisi, situasi, irama dan metabolismenya sendiri-sendiri. Maka Tuhan melarang taqlid, peniruan yang buta. Setiap orang harus mandiri untuk memperhitungkan kalkulasi antara kondisi badannya dan mentalnya, dengan keyakinannya, dengan tempat ia berpijak, serta dengan berbagai kemungkinan sunatullah atau hukum alam permanen. Kadal jangan meniru kodok, gajah jangan memperkembangkan diri seperti ular, dan ikan tak usah ikut balapan kuda.”

“Maksud Sunan?”

“Aku akan meminumnya demi kepatuhanku kepada guru yang aku percaya. Tapi kalau kemudian aku mati, itu bukan karena air gamping, melainkan karena Allah memang menghendaki aku mati.”

“Karena aku patuh kepada akal sehat yang lebih tinggi. Yakni bahwa aku mati atau tetap hidup itu semata-mata karena Allah menghendaki demikian, bukan karena aku jatuh dari pohon kelapa atau karena aku sedang tidur. Kalau Allah menghendaki aku mati, sekarang ini pun tanpa sebab apa-apa yang nalar, aku bisa mendadak mati.”

“Aku tahu persis itu, Sunan.”

“Kamu tidak menggunakan otakmu bahwa dengan menjatuhkan diri dari puncak pohon kelapa itu kamu bisa cacat atau mati.

“Kenapa kamu melakukannya? ”

Di hadapan para santri, Sunan Kudus kemudian mewawancarai Saridin: “Katamu tidak takut badanmu hancur, sakit parah atau mati karena perbuatanmu itu?”

“Apakah sukar bagi kalian memahami hal ini?” Sunan Kudus membuka pembicaraan sambil tetap tersenyum. “Saridin telah bersyahadat. Ia bukan membaca syahadat, melainkan bersyahadat. Kalau membaca syahadat, bisa dilakukan oleh bayi umur satu setengah tahun. Tapi bersyahadat hanya bisa dilakukan oleh manusia dewasa yang matang dan siap menjadi pejuang dari nilai-nilai yang diikrarkannya. “

Akhirnya Sunan Kudus masuk masjid dan mengumpulkan seluruh santri, termasuk para penduduk yang datang, untuk berkumpul. Saridin didudukkan di sisi Sunan. Saridin tidak menunjukkan gelagat apa-apa. Ia datar-datar saja.

Semua yang hadir berteriak. Banyak di antara mereka yang memalingkan muka, atau setidaknya menutupi wajah mereka dengan kedua telapak tangan. Badan Saridin menimpa bumi. Ia terkapar. Tapi anehnya tidak ada bunyi gemuruduk sebagaimana seharusnya benda padat sebesar itu menimpa tanah. Sebagian santri spontan berlari menghampiri badan Saridin yang tergeletak.

Lha, siapa tahu Saridin ini malah melagukan syahadat dengan laras slendro atau pelog Jawa.Tapi semuanya kemudian ternyata berlangsung di luar dugaan semua yang hadir. Tentu saja kecuali Sunan Kudus, yang menyaksikan semua kejadian dengan senyum-senyum ditahan.

Dalam hati para santri sebenarnya Saridin setengah diremehkan. Tapi setengah yang lain memendam kekhawatiran dan rasa penasaran jangan-jangan Saridin ternyata memang hebat.

Emha Ainun Nadjib

Related Posts:

  • Puji Tuhan, Indonesia Kurang Diperhatikan Sejumlah teman, yang untuk pertimbangan etik tidak saya sebut namanya, melalui diskusi dunia maya, mengeluhkan kenapa Timur Tengah kurang memperhatikan Indonesia. Universitas-universitas di Negara-negara Islam di sana tak… Read More
  • Satu Suami Ratusan Istri Di jaman sebelum Kanjeng Nabi mengantarkan ajaran Allah, lelaki di masyarakatnya meletakkan kaum wanita sebagai barang atau aksesoris berlian atau budak. Lelaki waktu itu, kalau kaya, bisa mengawini ratusan betina. Kaum wan… Read More
  • Para Ahli Kubur dari Jombang Tulisan ini saya bikin dengan asumsi dasar bahwa para pembaca percaya ada Allah dengan kekuasaan-Nya. Di salah satu tayangan televisi, muncul seorang kiai dengan nasihat sangat bijak, kurang-lebih begini: "Jangan minta ke… Read More
  • Abadi Meyakini Wa’dullah dan Syafa’at Rasulullah Alhamdulillah kita semua bersyukur atas lewatnya Kamis dan Jumat 4-5 November 2010 di bawah ayoman rahman rahim Allah SWT. Mulai hari ini kita refresh iman kita lagi, bekerja maiyah lebih lanjut, “narju, nastaghits wa nus… Read More
  • Indonesia Jangan Sampai Besar Indonesia adalah bangsa besar. Tanda kebesarannya antara lain adalah lapang jiwanya, sangat suka mengalah, tidak lapar kemenangan dan keunggulan atas bangsa lain, serta tidak tega melihat masyarakat lain kalah tingkat kegem… Read More

0 komentar:

Posting Komentar